Selasa, 28 Agustus 2007
Depkominfo Jadikan SMA Plus PGRI Cibinong Model ICT Cibinong
by : RRI Online
link: http://www.rri-online.com/modules.php?name=Artikel&sid=26231
Senin, 27 Agustus 2007
Depkominfo Jadikan SMA Plus PGRI Cibinong Model ICT
Disela-sela penyerahan bantuan 14 unit komputer di SMA Plus PGRI Cibinong pada hari Rabu kemarin, Menteri Kominfo, Sofyan Djalil mengatakan bahwa "SMA Plus PGRI Cibinong yang mengembangkan program ICT (Information Communications Technology) jika diberikan bantuan yang lebih serius bisa menjadi model percontohan yang diharapkan oleh pelajar dan masyarakat".
Penyerahan bantuan komputer tersebut, merupakan paduan program ICT dari Depkominfo dan program corporate social responsibility (CSR) PT Bank Mandiri. Kedua lembaga ini menyerahkan bantuan komputer kepada 20 sekolah di DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat, salah satunya di SMA Plus PGRI Cibinong.
Hadir dalam acara penyerahan itu antara lain, Wakil Direktur Utama PT Bank Mandiri, I Wayan Agus Metayasa, Direktur Mikro Banking PT Bank Mandiri Budi Sadikin, dan Mantan Menteri Koperasi dan UKM Adi Sasono.
Sofyan menyambut baik, kegiatan ekstra kulikuler yang dikembangkan oleh sekolah tersebut seperti keterampilan perakitan komputer, program pemrograman komputer, radio komunitas, dan sebagainya. Apalagi, SMA Plus PGRI Cibinong juga menularkan ilmunya kepada masyarakat sekitar melalui program `Kampung ICT Pendidikan`.
Bantuan yang diberikan dalam pencanangan Kampung ICT Pendidikan sebanyak sembilan unit komputer dari PT Bank Mandiri serta lima unit komputer dari Depkominfo.
Sementara itu, Kepala SMA Plus PGRI Cibinong, Basyarudin Thayib menyatakan siap memenuhi permintaan Menkominfo untuk memberikan perkembangan positif pada Kampung ICT Pendidikan, dalam waktu enam bulan.
Basyarudin mengatakan, program yang akan dijalankan adalah memberikan pelatihan komputer terhadap masyarakat sekitar, misalnya remaja masjid atau karang taruna. Setelah memiliki keterampilan, maka sebagian komputer pemberian Depkominfo dan PT Bank Mandiri akan diberikan kepada masyarakat sekitar untuk dimanfaatkan.
Catatan : Antara News
Menkominfo Canangkan Kampung ICT Pendidikan Cibinong
Menurut Menteri Kominfo, seiring dengan peningkatan ICT, Kementerian Komunikasi dan informasi telah mencanangkan program Satu Sekolah Satu Laboratorium atau yang biasa dikenal dengan sebutan OSOL (one school One Computer’s Lab).
Pemanfaatan ICT, menurutnya, kini sudah merambah ke berbagai bidang kehidupan, terutama pada dunia pendidikan dan pemanfaatannya juga telah mendorong berbagai aplikasi pendidikan yang menstimulus peningkatan kualitas pendidikan dimana terasa manfaatnta, baik bagi para pengajar, tenaga administrasi maupun para siswa.
Pencanangan kampung Pendidikan ICT ini sebagaimana konsep dasarnya telah disampaikan oleh kepala sekolah dan diharapkan dapat menjadi alternatif rujukan bagi sekolah madrasah maupun warga komunitas lain disekitar lokasi SMA Plus PGRI Cibinong, selain adanya ICT Center Kabupaten Bogor.
Untuk sementara akses internetnya gratis sampai waktu yang belum dipastikan, dan kalau mau belajar menteri menyarankan supaya dipungut tarif agar bisa untung sekolahnya, juga untuk biaya perawatan.
Pada kesempatan ini Menteri Kominfo Sofyan Djalil menyerahkan bantuan komputer 13 unit berikut printer 6 unit. Diharapkan bantuan ini bisa bermanfaat, dan setelah 6 bulan akan dievaluasi kalau benar-benar itu bermanfaat, akan diberikan bantuan lagi.
Disamping itu juga dilakukan penandatanganan MoU antara Departemen Kominfo dengan AWARI, APWI, APW Komitel, Gerakan Pramuka dan Dekopin. Setelah itu Menteri Kominfo melakukan peninjauan pemanfaatan PC CSR dan Implementasi Kampung ICT Pendidikan.
Kemudian melakukan peninjauan ke ruangan broadcast, radio siaran lokal, ruang laboratorium dan selanjutnya meninjau ruang fabrikasi, yang berfungsi untuk merekondisikan komputer bekas pakai, agar dalam kondisi baik kembali dan layak pakai.
Dengan pencanangan kampung pendidikan ICT di SMA Plus PGRI, semua berharap misi pemberlajaran oleh sekolah dapat diperluas dan didayagunakan oleh segenap warga komunitas sekitar.
Keberadaannya juga diharapkan dapat menjadi rujukan kegiatan dan pembelajaran berbasis pemanfaatan telematika, bagi sekolah, madrasah dan kelompok atau sanggar belajar lain secara teknis, dapat dijangkau dan dilayani oleh fasilitas telekomunikasi yang ada secara bersaing.
“Saya sangat terkesan dengan SMA Plus PGRI Cibinong ini yang telah mencari solusi-solusi yang tepat dalam memberikan pendidikan yang lebih alternatif, menyiapkan siswa yang siap masuk ke masyarakat dengan program-program yang sangat kreatif menggunakan ICT, kemudian memberdayakannya,” katanya.
Kedua acara ini sekaligus memang untuk efisiensi dengan alasan karena keduanya mengacu kepada substansi yang sama, yakni pemanfaatan Telematika atau Teknologi Informasi dan Komunikasi bagi kepentingan peningkatan kecerdasan dan kesejahteraan rakyat banyak. (T.Ef/toeb/b)
1.400 Desa Belum Ada Saluran Telepon
1.400 Desa Belum Ada Saluran Telepon
Sampai saat ini masih ada 1.400 desa yang tidak terlewati jaringan sambungan telepon. Berkaitan dengan itu Kementerian Komunikasi dan Informatika tengah menyusun nota kesepahaman dengan perusahaan-perusahaan telekomunikasi, yang intinya agar mereka menyisihkan beberapa persen dari keuntungan broto perusahaannya untuk membangun jaringan telepon ke desa-desa tersebut. "Sehingga dalam 3 sampai 4 tahun mendatang, semua desa di Indonesia memiliki sambungan telepon dasar, yakni telepon suara. Setelah itu meningkat ke sambungan telepon gambar atau internet," kata Menteri Negara Komunikasi dan Informatika, Sofyan A Djalil, di Cibinong, Kabupaten Bogor, Rabu (11/4). Ia di sana dalam rangka mencanangkan Kampung ICT Pendidikan di SMA Plus PGRI Cibinong. ICT adalah singkatan dari Information Communication Tecnology atau teknologi komunikasi informatika. Kampung ITC Pendidikan, kata Kepala Sekolah SMA Plus PGRI Cibinong, Basyaruddin Thayib, adalah suatu komunitas yang memiliki akses global melalui sumber daya belajar yang melimpah dan menyenangkat, karena tersedianya sarana dan prasarana teknologi informatika yang memadai. Berkaitan pencangan tersebut, manajemen Bank Mandiri Persero Tbk menyerahkan bantuan 115 buah personal computer senilai Rp 424,4 juta bagi keperluan beberapa sekolah yang telah atau tengah membangun komunitas ITC-nya. (RTS)
Depkominfo Jadikan SMA Plus PGRI Cibinong Model ICT
"SMA Plus PGRI Cibinong yang mengembangkan program ICT (Information Communications Technology) jika diberikan bantuan yang lebih serius bisa menjadi model percontohan yang diharapkan oleh pelajar dan masyarakat," kata Menteri Kominfo, Sofyan Djalil, disela-sela penyerahan bantuan 14 unit komputer di SMA Plus PGRI Cibinong, di Cibinong, Rabu.
Penyerahan bantuan komputer tersebut, merupakan paduan program ICT dari Depkominfo dan program corporate social responsibility (CSR) PT Bank Mandiri.
Kedua lembaga ini menyerahkan bantuan komputer kepada 20 sekolah di DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat, salah satunya di SMA Plus PGRI Cibinong.
Hadir dalam acara penyerahan itu antara lain, Wakil Direktur Utama PT Bank Mandiri, I Wayan Agus Metayasa, Direktur Mikro Banking PT Bank Mandiri Budi Sadikin, dan Mantan Menteri Koperasi dan UKM Adi Sasono.
Sofyan menyambut baik, kegiatan ekstra kulikuler yang dikembangkan oleh sekolah tersebut seperti keterampilan perakitan komputer, program pemrograman komputer, radio komunitas, dan sebagainya.
Apalagi, SMA Plus PGRI Cibinong juga menularkan ilmunya kepada masyarakat sekitar melalui program `Kampung ICT Pendidikan`.
"Saya menyambut baik dicanangkannya Kampung ICT Pendidikan, yang merupakan upanya community development dari sekolah ini. Kalau dalam waktu tertentu program ini bisa berkembang positif, maka Insya Allah akan kita berikan bantuan lagi," kata dia.
Bantuan yang diberikan dalam pencanangan Kampung ICT Pendidikan sebanyak sembilan unit komputer dari PT Bank Mandiri serta lima unit komputer dari Depkominfo.
Sementara itu, Kepala SMA Plus PGRI Cibinong, Basyarudin Thayib menyatakan siap memenuhi permintaan Menkominfo untuk memberikan perkembangan positif pada Kampung ICT Pendidikan, dalam waktu enam bulan.
Program yang akan dijalankan, kata dia, akan memberikan pelatihan komputer terhadap masyarakat sekitar, misalnya remaja masjid atau karang taruna. Setelah memiliki keterampilan, maka sebagian komputer pemberian Depkominfo dan PT Bank Mandiri akan diberikan kepada masyarakat sekitar untuk dimanfaatkan.(*)
Copyright © 2007 ANTARA
Suparno dan Komputer Imajinernya
P Bambang Wisudo
Tanpa menyentuh komputer, seseorang bisa memiliki keahlian komputer. Tanpa memiliki komputer, tanpa biaya besar, sekolah bisa mendidik muridnya menjadi jago-jago komputer. Semua itu telah dibuktikan oleh Suparno Midi (46), seorang otodidak bidang komputer, yang memperoleh keahliannya dalam teknologi informasi hanya dengan komputer imajinernya.
Ketika pertama kali melamar menjadi seorang programmer, sekalipun Suparno belum pernah menyentuh komputer. Padahal, ia diuji di hadapan seorang dosen komputer bergelar doktor. Ia kebingungan ketika harus menyalakan komputer yang ada di hadapannya.
Dengan mendapat omelan, seseorang akhirnya menolong Suparno menyalakan komputer tersebut. Kesulitan belum selesai. Ternyata komputer yang ada di hadapannya berbeda dengan komputer yang dibayangkannya. Ia baru bisa bereaksi ketika permintaannya untuk melihat setumpuk buku petunjuk dikabulkan.
"Saya diminta kembali untuk tes besok paginya. Saya bilang, saya capai. Saya tidak sanggup lagi jalan kaki ke tempat tes sejauh 15 kilometer. Dengar cerita itu, saya malah diberi ongkos Rp 60.000," kata Suparno.
Dari situlah Suparno mengawali kariernya sebagai ahli dan guru komputer. Berawal dari fasilitas seadanya, Suparno membantu mendesain pendidikan dan pengembangan teknologi informasi di SMA Plus PGRI Cibinong.
Ia hanya berijazah SMA. Namun, berkat Suparno, SMA Plus PGRI Cibinong itu kelak akan menjadi perintis dalam pengembangan pendidikan teknologi informasi di sekolah. Dari sekolah swasta yang berada di tengah perkampungan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, itu bakal muncul sebuah kampung ICT, kawasan yang memiliki akses teknologi informasi teknologi cepat dengan biaya murah, yang dibangun atas inisiatif dari bawah.
Selama bertahun-tahun, Suparno belajar dengan komputer imajinernya. Tidak seorang pun mengajarinya. Ia hanya belajar dari buku-buku yang ia temui. Sehari-hari ia mendekam dalam kamar.
Ia menggambarkan papan ketik komputer di atas selembar kertas, lengkap dengan tombol-tombolnya. Ia gambar pula layar komputer di papan tulis yang dia letakkan di depannya. Saat memencet tombol-tombol di "papan ketik", ia lalu menuliskan huruf-huruf itu di "layar komputer" di papan tulis. Begitu pula sebaliknya ketika ia menghapus.
Ditabrak mobil
Tidak ada jejak keahlian teknologi dalam keluarga Suparno. Ibunya seorang pedagang kecil di pasar. Ayahnya seorang petani di sebuah desa di Jawa Timur. Selepas SMA, ia sempat belajar di Institut Pertanian Bogor. Ia diterima tanpa tes di Jurusan Mekanisasi Pertanian dan bisa hidup mandiri dari beasiswa dan hasil memberikan les.
Takdir rupanya berkehendak lain. Pada akhir tahun ketiga, Suparno ditabrak mobil saat ia mengendarai vespa, sepulang dari kampus sehabis melihat pengumuman hasil ujian. Empat tahun ia mengalami lumpuh dan amnesia. Meski telah dinyatakan sembuh, ia kehilangan memorinya total selama hampir 20 tahun.
Lepas dari kelumpuhan, ia mulai belajar komputer. Ia mengenali komputer dari buku-buku. Seharian kegiatan Suparno hanya berada di dalam kamar, menggeluti komputer imajinernya. Keluarganya sempat resah, mengira Suparno mengalami sakit jiwa. Keluarganya baru bisa bernapas lega setelah Suparno diterima menjadi programmer di Universitas Juanda Bogor.
Mungkin karena memorinya belum pulih benar, Suparno merasa tidak betah pada pekerjaan barunya. Akan tetapi, setiap ia minta keluar, gajinya dinaikkan. Akhirnya ia keluar. Tawaran untuk bekerja di perusahaan Perancis ditolaknya. Ia justru memilih menjadi "gelandangan", pindah dari tempat satu ke tempat lain mencari anak-anak muda yang mau diajari komputer.
Ia kemudian ditampung mengajar di Madrasah Aliyah Al-Ridho di pinggiran Kota Depok pada awal 1990-an. Ia menjadi guru komputer meski sekolah itu tidak memiliki komputer. Baru setahun kemudian sekolah itu membeli sebuah komputer rongsokan.
Di luar kegiatan mengajar itu, Suparno menghimpun sejumlah anak muda dari kalangan bawah untuk belajar komputer secara mandiri yang dihimpunnya dalam kelompok Abu Data, akronim dari Amanat Bangun Umat Cerdas Bertakwa. Alumni kelompok itu belasan orang. Kebanyakan bekerja dalam bidang komputer, baik sebagai dosen, guru, atau tenaga terampil dalam bidang itu.
Menularkan pengetahuan
Suparno menikah pada tahun 1999 setelah didesak-desak dan dijodohkan oleh kiainya. Ia kawin dengan modal dengkul. Seluruh biaya hajatan ditanggung kiainya. Cincin kawin dibeli dari hasil saweran murid-muridnya. Perkawinan itu membawa berkah ganda bagi Suparno. Selain dikarunia dua anak, Hanif Wulandari (7) dan Hanif Handayani (2), ia sepenuhnya mendapatkan kembali ingatannya.
Mimpi Suparno untuk menularkan pengetahuannya kepada anak-anak muda mendapatkan wadah baru setelah ia diangkat menjadi konsultan dan deputi direktur Departemen Teknologi Informasi SMA Plus PGRI Cibinong. Ia membangun sistem pembelajaran yang akrab dengan teknologi informasi, menciptakan metode belajar komputer secara mandiri, dan merekrut murid-murid yang memiliki minat khusus untuk dilatih menjadi calon tenaga profesional komputer.
"Kita tidak perlu memanjakan anak dengan alat. Untuk belajar, alat hanyalah nomor dua. Nomor satu adalah semangat," ujar Suparno.
Dana Minim, Unggul di TI
SMA Plus PGRI Cibinong (2-habis)
Dana Minim, Unggul di TI
Sekolah PGRI identik dengan sekolah pinggiran, miskin fasilitas, gedungnya menumpang, dan ajang guru-guru mencari penghasilan tambahan. Tidak heran bila banyak orang ribut ketika SMA PGRI Cibinong di Jawa Barat menyatakan dirinya sebagai SMA Plus.
Siapa menyangka ada sekolah yang menjanjikan di pinggir jalan sempit di tengah kampung, bahkan mulut jalannya pun tersembunyi di pinggiran rel kereta api?
SMA Plus PGRI Cibinong tidak hanya berbeda dengan sekolah PGRI lain, tetapi juga berbeda dibandingkan sekolah-sekolah lain pada umumnya. Secara fisik gedung SMA Plus PGRI tergolong lengkap dan bagus. Ruang gurunya mewah. Perabotnya pesanan khusus dan langit-langitnya tinggi menjulang, tidak ubahnya ruang sidang para guru besar. Akan tetapi, bukan hanya itu yang membuat sekolah tersebut berbeda.
Anggaran terbatas juga tidak menghalanginya membangun pendidikan yang akrab dengan kemajuan teknologi komunikasi informasi alias ICT. Dari sekolah di tengah kampung itu kini mulai dirintis perkampungan ICT di Kabupaten Bogor yang dikembangkan atas inisiatif masyarakat bawah.
Tidak ada yang menyangka SMA PGRI Plus Cibinong bisa berkembang seperti sekarang. Ketika Basyarudin Thayib ditunjuk menjadi kepala sekolah pada 1982, sekolah itu hanya memiliki sekitar 200 siswa. Gedungnya menumpang di SMA Negeri 1 Cibinong. Bahkan papan tulis pun pinjaman.
Dengan menyisihkan uang yang dibayarkan muridnya, sekolah itu membeli sebidang tanah di tengah padang alang- alang yang kini telah menjadi perkampungan. Dan, ketika sekolah itu diusir dari tempat mereka menumpang di SMA Negeri 1 Cibinong, hanya setengah tahun saja murid-muridnya terpaksa menumpang belajar di gedung SD Inpres. Pada 1985, gedung pertama SMA PGRI Cibinong dibangun dengan dana pinjaman. Sejak itu pembangunan fisik tidak pernah berhenti.
Setelah fisik tertata, sekolah itu mengubah pola pembelajarannya. Sejak 2002, SMA PGRI Cibinong memberlakukan metode pembelajaran kuantum, pembelajaran yang menyenangkan dan menempatkan murid sebagai pusat dalam proses pembelajaran. Siswa diberi ruang bebas berekspresi, diberi kesempatan untuk menyatakan pendapat seluas-luasnya, dan ceramah guru dibatasi.
"Mengubah guru bukan perkara yang gampang. Tiga bulan pertama kami menghadapi tantangan yang luar biasa," kata Basyarudin.
Ruang kelas yang kaku tidak ada lagi. Dinding-dinding kelas dilukis dengan gambar-gambar pemandangan. Bangku dan meja kursi biasa digeser ke sana kemari untuk diskusi. Bangku- bangku beton di bawah pepohonan pun menjadi tempat belajar. Bahkan kantin sekolah juga sering dipakai untuk belajar dan diskusi kelompok.
Teknologi informasi
Perubahan itu menjadi semakin berarti ketika Basyarudin berkenalan dengan Suparno Midi (46), seorang otodidak dalam bidang komputer, yang sebelumnya giat merekrut anak-anak muda belajar komputer tanpa bayaran. Sejak itulah SMA PGRI Cibinong mulai membuat program pembelajaran komputer dan membangun departemen teknologi informasi. Di sekolah itu murid tidak hanya diperkenalkan dengan komputer sebagai sarana pembelajaran tetapi diajak mengenal teknologi informasi (TI) itu dari dekat.
Saat pekan orientasi siswa baru, misalnya, seluruh siswa dibimbing oleh kakak kelasnya membongkar dan memasang komputer. Berkat keahlian sekelompok anak dalam komputer, sekolah itu tidak perlu mengeluarkan dana yang banyak untuk pengadaan fasilitas TI. Biaya pemeliharaan pun mendekati nol.
Secara kasat mata belum terlihat kehebatan SMA Plus PGRI Cibinong dalam teknologi informasi komunikasi. Sebuah gedung yang khusus untuk pengembangan teknologi informasi masih dalam tahap penyelesaiannya. Di laboratorium komputer hanya tersedia 25 komputer yang dipergunakan bergantian untuk melayani tidak kurang 1.519 murid. Jumlah itu masih jauh dari memadai untuk pembelajaran berbasis teknologi informasi komunikasi. Namun, di balik keterbatasan itu, ada potensi yang begitu besar untuk muncul menjadi sekolah perintis dalam penguasaan dan pembelajaran yang akrab teknologi informasi komunikasi.
"Kami memang tidak ingin memanjakan anak dengan alat. Kami tidak punya banyak uang itu. Kalau ingin memiliki lebih banyak komputer, anak-anak harus bisa merakitnya sendiri," kata Basyarudin Thayib.
Murid-murid SMA Plus PGRI Cibinong memang tak hanya diajari bagaimana menggunakan komputer, tapi juga diperkenalkan dengan seni bongkar pasang dan kemandirian dalam mengembangkan dan memelihara komputer. Selain diwadahi dalam kegiatan ekstrakurikuler komputer, sekolah itu juga merekrut sejumlah anak dalam kelompok pembinaan khusus—biasa mereka sebut "Kopasus"—untuk dididik menjadi tenaga terampil dalam bidang komputer.
Kelompok ini terdiri atas 45 anak. Setiap komputer yang ada di sekolah itu ada penanggung jawabnya. Bila ada kerusakan atau masalah, anak itu yang harus menanganinya. Sistem ini membuat biaya pemeliharaan komputer mendekati nol.
"Mereka juga yang merakit komputer pentium 4 yang dipergunakan di lab," kata Suparno, yang diangkat menjadi Deputi Direktur Departemen Teknologi Informasi SMA Plus PGRI Cibinong.
Anak-anak yang tergabung dalam Kopasus kini sedang diupayakan agar menjelang kelulusan dapat mengikuti sertifikasi keahlian komputer setingkat D1. Sebagian dari mereka kini bisa mencari tambahan uang saku dengan keahlian yang dimiliki.
Fauzi (16), menceritakan pernah ia kedatangan tetangganya seorang mahasiswa komputer yang akan membuat skripsi. Fauzi bahkan mengajari mahasiswa itu, yang kesulitan membuka koneksi situs web yang dibuatnya.
"Sering saya dimintai tolong memformat ulang, membersihkan virus, atau lainnya. Ada yang ngasih uang saku, tapi ada juga yang cuma bilang terima kasih," kata Fery (16), siswa lainnya.
Dengan potensi yang dimiliki, SMA Plus PGRI Cibinong kini mencoba menularkan perubahan ke luar. Sekolah itu telah menjalin kerja sama dengan Departemen Agama Kabupaten Cibinong untuk mengembangkan teknologi informasi di pesantren-pesantren di wilayah itu. Mereka tidak hanya menawarkan jasa dan produk fabrikasi yang dihasilkannya, tetapi juga mengajarkan menularkan kemandirian dalam berteknologi.
"Kami tidak mau tenggelam dalam mitos-mitos bahwa sekolah PGRI hanyalah sekolah pinggiran, gedungnya numpang, dan lain sebagainya. Sekarang banyak sekolah silih berganti berkunjung ke sini. Kami ingin kemajuan yang kami capai bukan untuk sekolah ini saja. Sayangnya, justru masih jarang sekolah PGRI yang datang ke sini," kata Basyarudin Thayib.